Apabila sobat sedang butuh jawaban atas pertanyaan: Bagaimana cara merumuskan delik terorisme?, maka teman-teman sudah berada di halaman yang benar.
Di sini ada pilihan jawaban tentang pertanyaan tersebut. Ayok telusuri lebih jauh.
——————
Soal
Bagaimana cara merumuskan delik terorisme?
Jawaban #1 untuk Soal: Bagaimana cara merumuskan delik terorisme?
JAWABAN:
Ketua tim perumus Rancangan Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Terorisme (RUU Terorisme) Romli Atmasasmita mengatakan bahwa tidak digolongkannya tindak pidana bermotif politik sebagai tindak pidana terorisme ditujukan agar proses ekstradisi tersangka tetap dapat dilakukan.
Selain itu, tidak dimasukannya tindak pidana yang dilakukan dengan motif politik adalah bertujuan agar UU Terorisme tersebut nantinya tidak dapat digunakan sebagai alat oleh pemerintah yang sedang berkuasa untuk membungkam lawan poltiknya. Menurutnya, jika RUU Terorisme mengatur hal tersebut maka itu akan menjadi kontra-produktif bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
“Kita kan baru bangun dari hak-hak poltik, ekspresi hak-hak politik diatur dengan Undang-undang N0.9/1998. Malah nanti kalau ada semacam hak-hak sosial buruh dan sebagainya bisa dikenai Undang-undang Terorisme kalau terjadi ekses ketakutan yang meluas. Padahal, maksudnya bukan itu,” jelas Romli kepada hukumonline usai diskusi seputar RUU Terorisme dengan para peneliti dari Propatria (8/7).
Mengenai ekstradisi, Romli yang juga Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengatakan bahwa ektradisi terhadap tersangka tindak pidana politik dari negara lain tidak akan dapat dilakukan karena tiap negara memiliki kewajiban untuk memberikan suaka politik bagi orang tersebut.
Karena berbagai pertimbangan itulah, tim perumus RUU Terorisme sejauh ini tidak melakukan perubahan terhadap redaksi Pasal 5 dalam rancangan yang telah memasuki draf kelima.
Pasal 5 RUU Terorisme berbunyi,”tindak pidana terorisme yang diatur dalam Undang-undang ini bukan merupakan tindak pidana politik, atau tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, atau tindak pidana dengan motif politik, atau tindak pidana dengan tujuan politik yang menghambat proses ekstradisi”.
Ciri khas delik
Dalam kesempatan yang sama, peneliti dari Ridep, M. Riefqi Muna, menyarankan kepada tim perumus agar Indonesia tidak perlu membuat UU khusus mengenai terorisme. Menurutnya, pemerintah dapat meniru Kanada yang meratifikasi 12 konvensi internasional yang berkaitan dengan terorisme yang kemudian dijadikan satu dalam sebuah undang-undang.
Kemudian, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Cornelis Lay mempertanyakan apakah ciri yang membedakan antara tindak pidana terorisme dengan tindak pidana lainnya. Pasalnya, ia menilai RUU Terorisme tidak mengatur hal tersebut secara jelas, sehingga nantinya dikhawatirkan tersangka yang melakukan terorisme malah tidak dapat dijerat oleh Undang-undang.
Mengenai konvensi internasional, Romli menjelaskan bahwa Indonesia telah meratifikasi empat dari 12 konvensi yang disebutkan oleh Riefqi. Beberapa alasan mengapa Indonesia perlu membuat UU Terorisme antara lain karena Presiden Megawati telah membuat komitmen kepada dunia internasional untuk membuat sebuah undang-undang khusus mengenai pemberantasan terorisme.
Menurut Romli, janji tersebut diungkapkan Presiden ketika menandatangani konvensi internasional mengenai pembiayaan terorisme beberapa waktu lalu. Selain alasan tersebut, UU Terorisme perlu dibentuk karena salah satu konvensi internasional tentang terorisme itu sendiri telah menyerahkan tugas memberantas terorisme kepada yurisdiksi masing-masing negara yang meratifikasi konvensi tersebut.
Menjawab pertanyaan Cornelis, Romli mengatakan bahwa ciri khas dari delik terorisme adalah adanya unsur suasana teror dan rasa takut yang bersifat luas. Kemudian, ciri khusus tindak pidana terorisme juga dapat dilihat dari ancaman pidana dan sanksinya. Dalam RUU disebutkan bahwa ancaman pidana bagi terorisme adalah bersifat kumulatif, dan sanksinya dibuat minimum khusus.
Mengenai kekhawatiran UU Terorisme kelak tidak mapu menjerat tersangka teroris, ia mengatakan bahwa hal itu sangat bergantung pada penegakan hukum oleh aparat di lapangan. Unsur “suasana teror dan rasa takut yang bersifat luas” tidak dapat dirumuskan tafsirannya secara khusus dalam UU.
“Itu bergantung kepada
——————
Demikianlah tanya-jawab mengenai Bagaimana cara merumuskan delik terorisme?, diharapkan dengan jawaban tadi bisa membantu memecahkan soal kamu.
Bila sobat masih mempunyai pertanyaan lain, silahkan gunakan menu search yang ada di website ini.