Guru, diGugu dan diTiru | Setiap dari kita pasti sudah mengenal betul apa yang dimaksud dengan guru dan siapakah guru itu? Mulai dari bangku TK sampai Sekolah Menengah Atas kita telah falimiar dengan yang namanya guru karena beliaulah yang menjadi ujung tombak keberhasilan siswa dalam belajar.
Apalah arti kita sekarang ini tanpa andil seorang guru yang rela dengan ikhlas memberikan ilmu dan apa yang mereka ketahui (dulu sih aku memandangnya kayak gitu, sebab guru-guruku begitu bersemangat meskipun salary yang mereka dapat boleh dibilang kecil dan tidak sebanding dengan apa yang telah mereka lakukan).
Tapi kalau sekarang aku nggak tahu pasti apa motif orang-orang yang ingin menjadi guru, apakah memang tulus ingin mencerdaskan anak bangsa atau hanya karena ingin mendapatkan jalan supaya lebih mudah untuk menjadi pegawai negeri sipil atau mungkin karena status guru dimasa sekarang ini sudah mulai diperhatikan kesejateraannya oleh pemerintah dengan diadakannya sertifikasi dan program-program lain yang diadakan oleh rezim yang saat ini berkuasa. Yah, wallahu a’lam…
Hanya Allah dan diri mereka sendirilah yang mengetahui maksud mereka menjadi guru. Buat kita nggak perlu diambil pusing, yang penting selama mereka masih mendedikasikan seluruh kemampuannya demi kecerdasan anak bangsa, it’s no problem.
Terlepas dari hal tersebut, tentunya kita mendambakan seorang guru yang sempurna selayaknya sosok guru di era-era masa lalu yang antara kehidupan pribadi dan disaat mengajar sama saja tanpa ada yang dibuat-buat. Nah, inilah yang sudah langka dan sangat jarang ditemukan dimasa sekarang ini. Guru yang tampil perfect ketika dihadapan anak didiknya berbanding terbalik ketika mereka sedang tidak ada tugas mengajar.
Ketika dikelas mereka dengan lantang berkata, ”anak-anak membicarakan orang adalah suatu perbuatan yang tidak baik….” Tetapi pada kenyataannya mereka sendirilah yang gemar menggunjing ketika sedang kongkow-kongkow diruang guru. Mereka pula yang mengajarkan bahwa hidup harus sederhana dan tidak boleh sombong, tetapi pada kenyataannya banyak dari mereka yang dengan PD-nya membanggakan harta yang mereka miliki, mulai dari perhiasan, mobil, rumah dan segala hal yang menyangkut duniawi.
Nah, lalu seperti apakah guru yang baik itu? Pertanyaan yang mudah dijawab tetapi sulit dipertanggungjawabkan keabsahannya karena jika ditanya demikian biasanya kita akan condong pada sosok tertentu yang menurut kita baik padahal sejatinya belum tentu.
Apalagi kalau belum mengenal betul, jangan coba-coba menilai lah karena kita hanya bisa-bisaan saja menilai tetapi hasilnya sering salah. Kenapa? Karena yang berhak menilai hanyalah Allah Yang Maha Benar penilaiannya dan tidak pernah salah. Tetapi tidak ada salahnya jika kita mencoba memberikan kriteria guru yang baik menurut versiku, yaitu :
Penebar senyum
Kenapa guru harus menebar senyum..?? Karena dari senyumanlah semua kondisi menjadi cair, orang marah ketika diberi senyuman InsyaAllah akan reda marahnya, orang yang takut apabila diserang dengan senyuman InsyaAllah ketakutannya akan mereda. Ciptakanlah kesan pertama yang mengesankan, hilangkan raut-raut wajah killer dari diri anda wahai bapak ataupun ibu guru. Tebarkanlah senyum karena senyum adalah hal yang sangat mudah untuk dilakukan.
Bersikap apa adanya
Ini yang sulit, karena sebagian dari sosok guru yang kita jumpai sering bersikap TIDAK apa adanya, banyak sikap yang dibuat-buat. So, mulailah budayakan bersikap ada adanya.
Sabar
Nah, ini yang sulit karena sebagai insan biasa tidak luput dari sifat mudah marah dan emosional, tinggal bisa-bisa kita saja memanagenya. Buat siswa, kalau ketemu guru yang emosional dan mudah marah jangan ditanggapi dengan hal demikian juga, cobalah bersabar dan introspeksi diri mungkin diri kitalah yang membuat mereka menjadi tersulut amarahnya.
Berorientasi pada keberhasilan siswa
Guru yang baik adalah yang tujuannya mencerdaskan anak bangsa bukan mencari keuntungan sendiri dengan mengutamakan salaryyang akan didapat. Kalau gaji besar ngajarnya semangat tapi kalau gaji kecil ngajarnya semaunya. Ingatlah, keberhasilan siswa berdampak pada kemajuan bangsa. So, nasib negeri ini berada pada diri kalian wahai bapak dan ibu guru.
Membulatkan tekad berniat menjadi guru
Nah, ini yang penting dan menjadi modal utama. Janganlah guru dijadikan sebagai profesi cadangan karena hanya berdasarkan peluang kerja yang lowong tetapi jadikanlah ini sebagai cita-cita dan tujuan yang utama. Karena dengan demikian, akan maksimal menjalankannya. Coba bandingkan yang memang berniat menjadi guru dan yang coba-coba menjadi guru. Dedikasi dan loyalitas yang diberikan akan jauh berbeda.
Membicarakan sosok guru yang baik tentunya tidak habis dalam lima point saja melainkan ada beberapa kriteria lain selain point-point tersebut diatas. Tapi setidaknya hal tersebut mampu menjadi pedoman bagi siswa, sekolah maupun bagi diri guru sendiri sebagai langkah introspeksi diri untuk berubah ke arah yang lebih baik. Yang sudah optimal menjadi semakin optimal dan yang kurang optimal menjadi lebih optimal.
Mohon maaf apabila coretan kecil ini menyinggung perasaan bapak dan ibu guru, ini saya lakukan semata untuk kemajuan kita bersama. Bukan mencari dan membeberkan apa yang terjadi selama ini tetapi inilah fakta yang harus dikoreksi. Bukan berarti saya selaku penulis adalah orang yang sempurna tapi marilah kita memperbaiki diri agar semakin baik dimasa yang akan datang… Wallahu a’lam bishawab